Jumat, 05 Oktober 2012

Heny yan gmanis dan Anna yang cantik

Kisahku dengan Anna dan suaminya masih berlanjut. Sekali-sekali aku masih main ke rumah mereka dan melayani permintaan mereka untuk melakukan threesome.

Uniknya, pernah suatu ketika suaminya, Dicky memintaku melakukan hubungan anal dengannya sambil ditemani oleh Anna. Dicky memohon takkan berciuman denganku, hanya ingin menikmati penisku di analnya, agar ia bisa juga merasakan kenikmatan seperti yang kuberikan kepada istrinya. Kami melakukan hal itu dengan posisi Anna berbaring di bawah suaminya sambil menciumi bibir dan dada suaminya, sedangkan suaminya menungging di depanku dan kutancapkan penisku yang sebetulnya lebih kecil dari penis suaminya, ke dalam anal suaminya. Aku masih menancapkan penisku ke dalam anal suaminya, ketika suaminya meminta Anna memasukkan penisnya ke dalam vagina Anna. Dengan Anna berbaring terlentang di bawah sekali, ditindih oleh suaminya dari atas dan memasuki vaginanya dengan penisnya, aku di atas tubuh suaminya menancapkan penisku ke dalam analnya, kenikmatan luar biasa kembali kami nikmati bertiga. Beberapa kali suaminya memintaku untuk mau melakukan hal seperti itu lagi, tetapi aku menolak. Aku hanya sekali itu melakukan, takut jika ketagihan dan malah jadi homo betulan.

Suatu sore, Anna meneleponku meminta datang ke rumah mereka, sebab ada Henny, teman kuliahnya dulu di Australia. Aku ke sana dengan pakaian santai, hanya mengenakan kaus ringkas dan celana panjang. Aku dikenalkan dengan Henny, perempuan Sunda. Lebih pendek daripada Anna, tapi orangnya manis. Kulitnya putih, bersih, hidungnya agak mancung, rambutnya panjang sebahu, lebih panjang daripada Anna yang potongan rambutnya pendek. Kami makan malam berempat dengan diterangi cahaya lilin. “Agar romantis,” kata Anna. “Ini untuk merayakan ulang tahun perkawinanku dengan Dicky,” tambahnya.

Usai makan malam, kami duduk di teras belakang rumah Anna dan Dicky. Ada taman kecil di situ. Cahaya lampu taman yang redup memberikan nuansa romantis. Kami duduk sambil menikmati white wine, kesukaan Henny, “Untuk menghormati sahabat lama,” kata Anna sambil menuangkan white wine ke gelas kami masing-masing. Kami minum setelah bersulang. Dicky dan Anna saling memberi selamat sambil berpagutan bibir disaksikan olehku dan Henny. Lama mereka berciuman barulah Henny memberi selamat kepada mereka. Henny menyalam Dicky dan menyalami Anna. Waktu mereka bersalaman dan berciuman, aku sempat terkejut sebab ternyata mereka tidak berciuman pipi, melainkan berciuman bibir. Kupikir Dicky tidak melihat hal itu, tetapi ia justru tersenyum menyaksikan mereka dan menatapku seolah-olah berkata tidak ada masalah dengan itu.

Aku menyalami Dicky dan Anna. Waktu menyalam Anna, ia tidak mau hanya kusalam, ditariknya tubuhku rapat-rapat ke tubuhnya dan mencium bibirku, “Cium dong, koq malu-malu gitu sih, Gus?” Kurasakan wajahku memerah diperlakukan begitu di depan Henny. “Nggak apa-apa koq, Henny bukan orang lain,” jelas Anna.

Kembali kami berempat duduk sambil bercakap-cakap. Mula-mula tentang hal-hal yang dialami Anna dan Henny waktu sekolah di Australia. Kemudian merembet ke masalah perkawinan. Henny bercerita bahwa suaminya seorang pengusaha setengah baya, yang sudah menikah dan menjadikan dirinya istri muda. Ia mengaku terjebak oleh ulah si pengusaha, tetapi demi kebutuhan ekonomi keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya, ia terpaksa melakukan itu. Ia justru bersyukur tidak hamil hingga kini. “Aku pernah minta cerai, tapi suamiku tidak mengijinkan,” katanya iba. “Tapi aku juga mikir, kalau menjanda, apa ada jejaka yang masih mau padaku?” katanya lagi.

Aku menatap jauh ke depan. Macam-macam saja kehidupan manusia ini, pikirku. Ada yang sudah nikah, tidak bisa hamil oleh suaminya lalu aku yang jadi semacam pejantannya. Ini ada lagi yang jadi istri muda, mau cerai tapi tidak bisa dan hanya bermimpi bisa punya suami baik kelak.

“Gus, jangan ngelamun gitu dong!” kata Anna sambil mencubit tanganku. “Tuh, Henny nanya kamu!”

Aku gelagapan, “Eh, maaf, nanya apa tadi Wiek?”

“Waduh, payah deh ada orang bisa ngelamun di keramaian,” goda Henny, kemudian sambungnya, “Tadi aku nanya kamu, koq belum kawin juga?”

“Dia mach sudah sering kawin, nikah yang belum,” sambut Anna menambah risih perasaanku.

“Ya deh, aku ngerti koq,” kata Henny, “Banyak lelaki suka mikir-mikir cari jodoh, apalagi jika ketemu wanita sepertiku, takut terjerat ntar,” katanya seakan menyesali nasib.

“Jangan bicara gitu Wiek. Masih ada laki-laki yang baik. Kalau suatu ketika kamu dapat lepas dari suamimu sekarang dan dipertemukan dengan pria demikian, pasti kamu bahagia,” kataku menghibur, walaupun tidak tahu arah kata-kataku.

“Daripada ngobrol tak tentu, kita ke dalam aja yuk!” ajak Anna. Kami masuk dan duduk di karpet sambil main kartu. Mula-mula hanya iseng, tetapi kemudian Anna mempunyai ide aneh, siapa yang kalah wajib membuka bajunya sedikit demi sedikit. Aku kaget dengan ide gilanya, tetapi suaminya dan Henny malah sebaliknya, mereka menyambut gembira usul tersebut. Aku tak bisa berkutik, sebab kartu sudah dibagi.

Pertama-tama Anna kalah. Ia membuka baju bagian atasnya hingga kelihatan BH-nya yang berwarna merah marun. Pada permainan berikut, suaminya Dicky kalah hingga membuka kausnya. Selanjutnya aku yang kalah dan membuka kausku. Henny masih beruntung belum kalah. Kali berikut Dicky kalah lagi dan membuka celana panjangnya. Ia kini bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek. Berikutnya ia kalah lagi dan membuka celana pendeknya hingga hanya bercelana dalam. Setelah itu barulah Henny kalah dan membuka gaunnya sebab ia mengenakan pakaian terusan. Aku melihat sekilas ke arah tubuhnya. Ia masih mengenakan pakaian dalam menutupi kutang dan celana dalamnya yang terlihat membayang di baliknya. Berikutnya Anna kalah lagi dan membuka roknya. Ia kini hanya mengenakan BH dan celana dalam berwarna merah marun. Kali berikut Henny kembali kalah dan terpaksa membuka pakaian dalamnya yang berwarna kuning gading.

Sekarang Dicky yang hanya bercelana dalam ditemani dua perempuan yang sama-sama hanya berkutang dan bercelana dalam, sedangkan aku masih mengenakan celana panjang. Kali berikut Anna kalah lagi dan melepaskan tali BH-nya, terlihatlah payudaranya yang indah, “Wuihh, payudaramu masih cantik seperti dulu, An,” puji Henny sambil mengelus lembut payudara Anna. Anna hanya tersenyum mendapat pujian dan perlakuan begitu dari temannya. Kulirik Dicky, ia hanya menatap ke kartu yang dipegangnya sambil senyum-senyum. Aku tidak beruntung, sehingga kalah dan terpaksa membuka celanaku. Kini aku hanya bercelana dalam. Anna menatapku sambil tertawa-tawa, “Hitam nich yee!” godanya sambil menyebut warna celana dalamku. Kali berikut Dicky kalah dan terpaksa membuka celana dalam putihnya. Ia duduk bertelanjang, tetapi tak risih ada Henny. Aku heran juga, sebab kalau kami bertiga, sudah biasa kami main bertiga, tentu tak malu lagi, tetapi kini ada Henny, koq ia tidak malu. Belakangan aku tahu bahwa Henny sudah sering menginap di rumah mereka dan tidur bertiga. Dari cerita Anna beberapa hari kemudian, kuketahui bahwa baik Anna maupun Henny adalah biseks. Memang mereka bulan lesbian murni, tetap menghendaki lelaki dalam hidup mereka, tetapi tak mampu melupakan teman intimnya dulu. Rupanya waktu di Australia mereka tinggal bersama di apartemen. Giliran berikut Henny kalah dan membuka celana dalamnya. Ia duduk dengan hanya mengenakan BH kuning gading, sedangkan celana dalamnya dilemparkan begitu saja entah kemana.

“Lho, koq itu dulu yang dibuka?” tanya Anna.

“Biarin. Ntar kamu balas dendam megangin susuku,” katanya sambil membagi kartu. Dicky dan Anna tertawa mendengar jawaban Henny, aku hanya tersenyum sambil sesekali melirik ke arah paha Henny yang putih bersih, agaknya bulu kemaluannya dicukur bersih. Penasaran juga ingin tahu bagaimana bentuknya, apakah seindah vagina Anna, tapi walaupun penisku makin tegang melihat payudara Anna dan paha Henny, aku tak berani berharap macam-macam. “Jangan bermimpi, ini kan hanya sebatas permainan kartu,” pikirku. Aku tidak tahu bahwa diam-diam permainan ini sudah dirancang mereka bertiga secara cerdik untuk mengajakku masuk dalam permainan erotis berempat.

Kami kembali main kartu. Di akhir permainan, Henny kembali kalah dan terpaksa membuka kutangnya. “Horeee, kelihatan deh harta karunnya!” sorak Anna seperti anak-anak mendapatkan hadiah dan mencubit puting payudara Henny.

“Nah, betul kataku, kan? Kamu emang usil deh, suka balas dendam,” kata Henny menjauhkan tubuhnya dari gangguan temannya. Henny membagi kartu. Kulirik ke arah tubuhnya. Payudaranya lebih besar kurasa daripada Anna, kutaksir ukurannya 34 C, bentuknya masih seperti payudara gadis, dengan putting yang agak kehitaman, beda dengan Anna yang putingnya lebih coklat. Kuamati lagi sekilas sekujur tubuh Henny, seakan memberi penilaian. Henny menatapku sambil tersenyum penuh arti. Entah disengaja atau tidak ia memperbaiki letak duduknya, dan kini duduk bersila hingga sekilas nampak belahan vaginanya mengintip memperlihatkan labianya. Penisku semakin tegang, sedangkan penis Dicky kulihat sudah sejak tadi tegang tanpa dapat dicegah. Di akhir permainan, Anna kalah dan harus membuka celana dalamnya. Kini mereka bertiga benar-benar telanjang bulat, tinggal aku yang masih mengenakan celana dalam.

“Wah, jagoan kita ini hebat benar, masih menguasai permainan dan jadi pemenang,” kata Henny memuji sambil melirik ke arah celana dalamku.

Pada permainan ini, kembali Henny kalah, hingga Anna berteriak, “Wah, kamu tidak punya apa-apa lagi yang bisa dibuka. Kita apain Henny, hai kaum Adam?”

Dicky memberi usul, “Kalau gitu, ia harus mencium orang yang ia inginkan sebagai hukuman.”

“Baiklah, para juri sekalian, aku siap menjalani hukuman paduka,” Henny bangkit dari duduknya dan berdiri. Tiba-tiba kedua tangannya memegang pipiku dan memagut bibirku tanpa kuduga. Aku megap-megap diserang tiba-tiba. Apalagi ciumannya begitu lama dan lidahnya masuk ke dalam rongga mulutku menggelitik langit-langit mulutku. Darahku semakin terpompa ke ubun-ubun mendapat ciuman demikian. Kubalas ciumannya dan lidah kami berpilinan.

“Udah, udah, jangan lama-lama, ntar ada yang cemburu tuh!” kata Anna sambil menarik tubuh Henny duduk kembali ke tempatnya.

Henny membagi kartu lagi. Kali ini Anna yang kalah. Seperti yang terjadi pada Henny, ia diminta mencium orang yang ia sukai. Tadinya kupikir ia akan mencium Dicky atau aku, ternyata dugaanku meleset. Ia bangkit dan mencium bibir Henny sambil meremas-remas payudara Henny. Henny membalas ciuman Anna sambil tangannya bermain di sela-sela paha Anna. Desahan mereka berdua terdengar di sela-sela ciuman terlarang yang mereka lakukan. Dicky dan aku hanya dapat menonton perbuatan mereka. Beberapa saat kemudian mereka kembali duduk dan Anna membagi kartu.

Giliran berikutnya suaminya Dicky kalah. Dicky memilih Anna untuk dicium dan meremas payudara Anna, tapi herannya tangannya bermain di kedua payudara Henny. Henny hanya tersenyum menatapku yang keheranan, bahkan tangan kirinya meraba-raba punggung dan pantat Dicky sedangkan tangan kanannya mengikuti tangan Dicky meremas payudara Anna. Setelah itu, mereka bertiga kembali duduk dan Dicky membagi kartu. Kali ini aku yang apes, hingga harus mengikuti mereka bertiga, bertelanjang bulat! Wajahku agak memerah waktu kulepaskan celana dalam hitamku.

“Wow, indah nian. Benda apakah gerangan itu?” Anna berkomentar, diikuti oleh Henny, “Ah, betapa beruntungnya wanita yang berkesempatan berkenalan dengan benda itu?” Aku hanya tersipu-sipu digoda kedua perempuan itu dan membagi kartu dengan tangan agak gemetar. Rupaya Henny memperhatikan tanganku, ia pegangi tanganku sambil mengelus lembut punggung tanganku.”Tenang aja Gus! Kamu ada di tengah para sahabat koq.”

Kali berikut Anna kalah lagi. Kini ia memilih aku untuk dicium. Namun entah meniru suaminya, sambil menciumi aku, tangannya bermain di payudara Henny, meremas dan memainkan putingnya. Henny mendesah mendapat serangan Anna. Dicky mengelus-elus punggung Anna sambil ikutan meremas payudara Henny. Aku melepaskan diri dari ciuman Anna. Anna kembali duduk diikuti oleh Dicky dan Henny.

Permainan berikut Dicky kalah lagi dan kini ia memilih Henny untuk dicium, tetapi sebelah tangannya menarik tangan istrinya ikut mengambil peran mengeroyok Henny. Henny membalas ciuman Dicky diikuti oleh ciuman Anna. Ketiganya terlibat dalam ciuman panas bertiga. Kulihat bagaimana lidah mereka saling bertemu dan melumat.

Kali berikut Henny kalah, tapi sebelum ia memilih orang yang disukainya untuk dicium, Anna berkata, “Sekarang yang kalah harus mau diperlakukan apa saja, ok tuan-tuan?”

“Ya, ya, betul,” kata suaminya, sambil bertanya padaku, “Gimana Gus, setuju?”

“Aku ngikut aja dech,” kataku sambil berharap akan sesuatu yang lebih erotis.

Henny kelihatan merengut, tapi tidak membantah. “Ok silakan, aku mau diapain nich?” katanya pasrah.

Anna menarik kedua tangan Henny dan membaringkan tubuh Henny di karpet. Lalu ia mencium bibir Henny sambil meminta suaminya mengerjai bagian bawah tubuh Henny dengan isyarat tangan. Suaminya memegangi kedua belah paha Henny dan membukanya lebar-lebar, lalu mencium vagina Henny yang bersih tanpa rambut. Henny mengerang diperlakukan begitu oleh suami istri tersebut. Aku hanya memandangi mereka. Tak lama kemudian kudengar Anna berkata, “Gus, kamu tidak ingin ikut menjatuhkan hukuman pada penjahat ini?” Aku diam saja sambil menggelengkan kepala. Anna kembali menciumi bibir Henny sambil meremas-remas payudara Henny; sedangkan Dicky sambil menciumi vagina Henny, tangannya mencari payudara Henny yang sebelah lagi. Habislah Henny diserang oleh kedua orang itu. Lebih lama daripada yang tadi-tadi, ketiganya seakan tidak peduli atas kehadiranku, mereka terpaku pada apa yang ada di hadapannya. Apalagi kulihat Anna sudah berganti posisi dengan suaminya, dan gilirannya mengerjai vagina Henny, sedangkan suaminya kini menciumi payudara Henny, putingnya dilumat hingga Henny semakin kuat merintih. Kedua tangan Anna kulihat memegang labia Henny dan membukanya lebar-lebar, lalu dengan suatu gerakan lembut ia menjulurkan lidahnya menusuk liang vagina Henny. Henny merintih, “Oooouhhhh Annnnn, terusin ….. yang dalam sayang!!!! Yahh gitu sayangggg ……” Remasan tangan Dicky pada payudara Henny berganti-ganti dengan gigitan lembut, membuat Henny semakin mengawang-awang menggapai kenikmatan. Anna mendukung aksi suaminya dengan menjilati dan mengisap klitoris Henny. Pantat Henny sesekali terangkat dan pinggulnya menggeliat-geliat diserang Anna. Aku hanya melihat mereka sambil sesekali menelan ludah. Anna menatapku dan menarik tanganku mendekati mereka. Ia mencium bibirku. Kurasa aroma khas vagina Henny pada ciuman Anna. Kami berpagutan dengan erat. Dicky masih terus mencium dan meremas payudara Henny. Anna mengajakku bersama-sama mencium vagina Henny. Kuikuti ajakannya.

Tiba-tiba Henny berkata, “Udah dulu dong! Masak aku diserang tiga orang sekaligus?” Kami tertawa-tawa.

Anna kemudian berkata, “Kita ke kamar aja yuk biar lebih enak pada permainan sesungguhnya?”

Dicky tidak menjawab, tapi mengikuti ucapannya. Henny masih terbaring dengan napas tersengal-sengal menahan nafsu yang mendekati puncak.

Aku berdiri bergandengan dengan Anna mengikuti Dicky, tapi kutahan langkahku melihat Henny masih terbaring di karpet. “Kenapa Gus? Yah udah, kalau kamu kasihan pada Henny, gendong aja dia, udah lemes tuh!” katanya melepaskan tanganku. Aku berlutut di samping Henny, kuletakkan tangan kiriku di bawah lehernya dan tangan kananku di bawah lututnya. Lalu tanpa meminta ijinnya, kugendong dia. Kedua tangan Henny memeluk leherku seakan-akan takut jatuh. Sambil menggendongnya kulangkahkan kaki ke kamar tidur Dicky dan Anna. Henny sesekali mengangkat lehernya dan mencuri cium bibirku. Aku membalas sambil membawa tubuhnya yang indah dan ketika tiba di kamar, tubuhnya kubaringkan di ranjang. Anna sudah membaringkan tubuhnya lebih dulu di situ. Begitu tubuh Henny terlentang di ranjang, Anna langsung memagut bibir Henny sambil jari-jarinya mengelus-elus sekujur tubuh Henny. Dicky melihat mereka berdua sambil memberi isyarat padaku untuk menonton adegan yang dipertontonkan kedua perempuan itu. Henny membalas ciuman Anna dan balas menciumi bibir Anna dan dengan ganas turun ke leher dan dada Anna. Anna kini ada di bagian bawah, dengan Henny di atas tubuhnya menciumi leher, payudara, perut dan kini mengarah ke paha Anna. Ciuman Henny berhenti di paha Anna dan kedua tangannya menguakkan labia vagina Anna serta mencari klitoris dan menjilati vagina Anna. Anna tidak mau tinggal diam diperlakukan seperti itu, pantat Henny ia tarik dan ia tempatkan paha Henny tepat di atas wajahnya, lalu ia melakukan hal yang serupa terhadap Henny. Kedua perempuan itu kini berada dalam posisi 69. Saling mencium, menjilat, sambil mendesah, mengerang dan merintih. Rintihan mereka semakin memuncak ketika keduanya kami perhatikan menusukkan jari ke dalam vagina yang lain sambil menciumi vagina dan klitoris. Dengan suatu jeritan panjang, keduanya mengalami orgasme bersama-sama. Lalu keduanya saling berciuman bibir, bersama-sama berbagi cairan vagina yang diperoleh. Keduanya berpelukan di ranjang. Sedangkan aku dan Dicky mendekati mereka berdua. Ranjang itu kini dimuati empat orang dewasa sekaligus.

Anna ada di dekatku, sedangkan Henny ada di dekat suaminya. “Gus, Henny pengen sekali kenalan dengan penismu,” bisik Anna lembut di telingaku sambil menciumi dagu dan bibirku. “Hmmm, makin gila aja kita ini,” kataku sambil membalas ciumannya. Kulirik Dicky juga sedang berciuman dengan Henny.
Dicky semakin ganas menciumi bibir, leher dan dada Henny. Mungkin ia masih terpengaruh oleh adegan lesbian tadi yang ditampilkan kedua perempuan itu. Aku sendiri merasa hampir orgasme tadi, tetapi kutahan dengan mengalihkan perhatian kepada hal-hal lain.

Dicky menciumi setiap liku-liku tubuh Henny hingga kembali Henny mendesah dan mengerang. Anna menciumi tubuhku hingga penisku mencapai ketegangan puncak. Saat akan kumasukkan penisku ke dalam vagina Anna, ia justru menolak tubuhku, “Ntar Gus, giliran Henny dulu. Sudah lama ia berharap.”

“Lho, dia kan sedang main dengan suamimu?” protesku.

“Nggak apa-apa, kalian berdua kerjai dia dulu. Ntar baru giliranku. Sudah lama ia tidak dikunjungi suaminya. Haus banget tuh!” katanya menjawab protesku.

“Kulihat Henny mendesah-desah diciumi vaginanya oleh Dicky. Kedua tangannya meremas-remas payudaranya. Anna mendekati mereka berdua dan mencium bibir Henny sambil meremas-remas payudara Henny. Kedua tangan Henny kini mengelus punggung Anna sambil sesekali meremas payudara temannya. Anna memainkan lidahnya dan menggelitik leher Henny. Henny menggelinjang. Tanganku ditarik oleh Anna mendekat, sehingga aku kini ikut ke dalam kancah pertempuran. Pantatku ditarik oleh Anna mendekati wajah Henny hingga penisku tepat berada di atas mulutnya. Lidahnya mulai menjulur keluar dan menjilati kepala penisku. Lalu ia mengangkat lehernya dan dengan bantuan tangan kirinya, dipegangnya penisku memasuki mulutnya. Tak kalah dengan permainan lidah dan mulut Anna, Henny pun memainkan penisku dengan hebatnya. Aku merasakan darahku mengalir deras memasuki setiap sel di penisku dan gelora birahi mencapai ubun-ubunku hingga rasanya sudah ingin mencapai orgasme. Tapi kutahan gelora tersebut. Kudengar Anna berkata pada suaminya, “Mas, kasih kesempatan pada Agus dong, biar mereka dulu yang main sayang!”

Suaminya bangkit dan memberi kesempatan padaku untuk mendekati bagian vagina Henny. Aku tidak lagi menciumi vaginanya, kuatir spermaku muncrat. Kugesekkan penis pada klitorisnya dan kemudian ke celah-celah vaginanya. Henny mengerang sambil menarik pantatku agar semakin dalam memasukkan penis ke dalam vaginanya. Aku menancapkan penis ke dalam vaginanya dengan irama pelan namun teratur. Henny semakin meracau mendapat perlakuan demikian, “Gus, yang dalam dong. Cepetan, aku sudah nggak kuat nich?” pintanya.

“Nggak ku ku nich yeee?” goda Anna dan ditimpali suaminya dengan ucapan, “Iya tuh Gus, masak tidak kasihan pada kaum yang lemah sich?”

Kupercepat gerakan pantatku menekan sambil melempar senyum pada Anna dan Dicky. Sambil memaju-mundurkan pantatku, dalam hati aku berterima kasih pada kedua suami istri ini, sebab mereka membuatku dapat merasakan vagina perempuan Sunda seperti Henny. Agak beda dengan Anna. Di bagian dalam vaginanya seakan-akan ada mpot ayamnya. Tak ingin menyerah padanya, kutarik penisku keluar vaginanya dan kupegang penisku pada pangkalnya dengan tangan kananku lalu kugesek-gesekkan kembali pada klitorisnya. Henny mendesah dan merintih semakin lirih, “Gussss, ayooooo masukin lagi sayang! Aku mau sampai nich….. Oooouggghhhh enak banget siccchhhh?” Geliat pinggulnya semakin cepat. Payudaranya diciumi dan diremas oleh Dicky sedangkan bibirnya dilumat lagi oleh Anna. Diserang bertiga begitu, tentu saja ia blingsatan. Kembali penis kumasukkan sedalam-dalamnya ke vaginanya. “Ahhhhhh, nikmaattttnya Gusss!!!” rintihnya.

Gerakanku kini semakin kencang mengimbangi geliat tubuhnya, apalagi ketika pantatnya terangkat-angkat seakan-akan menginginkan penisku masuk lebih dalam lagi. Kuletakkan kedua tanganku di bawah pinggulnya dan agak kuangkat pantatnya hingga hunjaman penisku semakin dalam. Kedua pahanya melingkari pinggulku dengan ketat. “Kuat benar perempuan Sunda ini, jepitannya maut,” batinku. “Ahhhh, Guss …. Aku dapat …… oooooouuugghhhh ….. sshshhhhh,” jeritnya sambil menyorongkan pantat dan pinggulnya ke arah pahaku sehingga kedua kemaluan kami begitu rapat menyatu, seakan tak dapat dipisahkan lagi.

“Ya sayang, sama-sama, aku juga dapet niccchhh …. Akkkkhhhh ….” geramku sambil menancapkan penis hingga ke pangkalnya. Kurasakan mpot-mpot ayam di dalam vaginanya meremas-remas kepala penis dan denyutan dinding vaginanya begitu hebat menjepit kulit batang penisku. Kuhentakkan beberapa kali penis sedalam-dalamnya ke dalam vagina Henny. Dicky meremas dan menggigit mesra payudara Henny bergantian kiri dan kanan, sedangkan Anna tak melepaskan bibir Henny dari pagutan mautnya.

Henny masih terengah-engah waktu kucabut penisku. Dicky yang melihat Henny terbaring mencoba mengarahkan penisnya ke dalam vagina Henny, tapi Henny menolak, “Jangan dulu Dick, masih lemas nich! Kamu dengan Anna dulu dech!” Dicky tampak agak kecewa, tapi Anna mencium bibir Dicky sambil menghibur, “Benar sayang, kenapa kamu tidak denganku saja dulu, ntar kalau Henny sudah segar lagi, baru kau kerjai dia.”

Dicky tak menjawab. Setelah membalas ciuman Anna, ia menyuruh istrinya nungging dan menempatkan diri di belakang istrinya. Entah ia dendam atas kata-kata istrinya, ia tidak pakai aba-aba lagi, bukannya memasukkan penisnya ke dalam vagina, malah ia langsung mengarahkan penisnya ke anal Anna.

Anna yang juga sudah naik birahi melihatku main dengan Henny, menerima saja perlakuan suaminya. Namun ia menempatkan wajahnya di antara kedua pahaku yang berbaring di samping Henny. Sambil menikmati hunjaman penis suaminya, ia mencium dan menjilati penisku yang masih belepotan dengan cairan vagina temannya dan spermaku. Tanpa merasa jijik sedikit pun, ia melakukan hal itu, sambil menggenggam penisku yang kembali tegang diperlakukan seperti itu. Henny tersenyum melihat mereka dan melabuhkan ciumannya pada bibirku. Aku meraba payudara Henny sambil menikmati kuluman bibir dan jilatan lidah Anna pada penisku. Henny kembali terangsang kuremas dan kurabai payudaranya. Tapi aku tidak memberikan peluang untuknya lagi, sebab sudah punya rencana sendiri.

Kuangkat wajah Anna dari celah-celah pahaku dan kupindahkan ke vagina Henny. Semula Anna mau protes, tetapi ia mungkin belum mengerti apa yang akan kulakukan. Aku bangkit dari posisi berbaring dan kutarik tubuh Anna agar berada pada posisi berlutut. Sambil tetap dikerjai suaminya dari belakang, aku ciumi bibir Anna dan kutempatkan tubuhku tepat di bawah tubuhnya. Kini vaginanya tepat berada di atas penisku. Kuarahkan penisku ke vaginanya sambil terus menciumi bibirnya. Anna tersenyum, sekarang baru ia mengerti mengapa aku menaruh wajahnya tadi pada vagina temannya. Kini penisku berada di dalam vagina Anna, sedangkan penis suaminya menancap di anal Anna. Mulutku kuarahkan pada payudara Anna agar ia kembali dapat mencium dan menjilati vagina temannya. Henny kembali diserang oleh Anna yang mendapat keroyokan suaminya dan aku.

Anna semakin mendesah dan rintihannya seperti biasanya, yang cenderung ke arah jeritan, membahana ketika penis suaminya semakin cepat masuk keluar analnya, sedangkan penisku masuk keluar ketika ia memaju-mundurkan tubuhnya di atasku. “Aaaauuuuhhhhh, enakknnyaaa …. Aduuuhhhh …. nikmat !!!” keluar dari dalam mulutnya.

Suaminya memegang kedua pinggulnya sambil menghentakkan penis sedalam-dalamnya sambil bertanya, “Mana yang paling enak, sayang? Punyaku di pantatmu atau punya Agus di mem*kmu?”

Anna menjawab di sela-sela rintihannya, “Ssshshh, aaaahhhhh…. punyamu enak banget sayang, besar dan panjang, tapi jangan terlalu kuat, ntar pecah ususku, sayang! Ooouggghhhh, punyamu juga enak Gus, tidak terlalu besar, eeehhhsss, tapi mainnya lincah banget sichhhhh? Ohhhhhh ….”

Dicky memperlambat laju pantatnya maju mundur di belakang pantat Anna. Henny kudengar merintih makin kuat, mungkin sebentar lagi ia akan orgasme pula.

Dicky mengerang dan memeluk tubuh istrinya kuat-kuat dari belakang. Ia rupanya sudah orgasme.

Anna, entah karena sudah sering kami kerjai berdua, semakin kuat melawan, agak lama baru orgasme. Pada puncak orgasmenya, ia menggeram kuat-kuat dan memeluk punggungku dengan kuatnya sambil mencium bibirku dan menggigit lidahku, sementara payudaranya diremas kuat-kuat oleh tangan suaminya dari belakang. Bersamaan dengan itu, jari-jarinya menekan klitoris dan vagina Henny, dan kudengar Henny juga menjerit, “Annnn, aduuhhhh aku dapet lagi sayang!!!!”

Aku sendiri, karena baru orgasme waktu dengan Henny, belum keluar lagi. Dengan penis yang mulai layu, Dicky menarik tubuhnya dari belakang tubuh istrinya. Istrinya masih berbaring menelungkup di atas tubuhku sambil menikmati penisku yang masih tegang dalam vaginanya. Dicky beringsut ke dekat Henny dan berciuman sambil berpelukan dengan Henny sambil menyaksikan istrinya masih menindih tubuhku di bagian bawah mereka. Vagina Anna masih berdenyut-denyut menjepit penisku. Tak lama kemudian ia mengangkat tubuhnya dari atasku dan menarik diriku berbaring di dekat suaminya dan Henny. Kami berempat berbaring bersisian sambil sesekali berciuman atau mengusap lembut tubuh yang lain.
Setengah jam kemudian Henny bangkit menarik tanganku dan Dicky dan mengajak kami berdua main lagi dengannya. Rupanya ia penasaran melihat temannya kami serang berdua tadi. Dicky tidak menolak. Ia berciuman dengan Henny sambil mengusap-usap payudara Henny dan merabai vaginanya. Aku masih berbaring menatap mereka berdua sambil mengelus-elus payudara Anna. Kutoleh ke arah Anna seolah meminta persetujuan, Anna seakan mengerti maksud tatapanku, berkata, “Ayo Gus, kamu ladeni lagi Henny. Ia juga kuat koq, jangan kuatir ia bakal pingsan ntar. Kamu udah tahu kehebatan mem*knya tadi, kan?”

“Iya tuh, kayak ada cincin baja aja dalam mem*knya, penisku hampir tak bisa bernafas dibuatnya,” kataku bercanda.

“Emangnya aku tukang besi, sampe memasukkan cincin baja ke dalam mem*kku?” bantah Henny di sela-sela ciuman bibirnya dengan Dicky. Kami berempat tertawa.

Aku masih berbaring ketika Dicky menempatkan tubuh Henny di atas tubuhku. Rupanya Dicky ingin aku mengerjai anal Henny sambil ia memasukkan penisnya ke dalam vagina Henny. Henny berjongkok di atas pinggangku, membelakangi wajahku dan perlahan-lahan menaruh penisku tepat di atas analnya. Kurasa ia agak mengalami kesulitan, sebab agak lama barulah penisku dapat memasuki analnya. “Aaauuuhhh, koq agak sakit An? Waktu kamu masukkan penis buatan koq tidak sesakit ini?” tanyanya pada Anna.

“Penis buatan kan lebih kecil daripada kont*l Agus, sayang! Coba kamu nikmati, ntar lagi bakalan enak deh, dijamin halal,” katanya.

Henny tidak menjawab, desah kesakitan yang keluar dari mulutnya berganti dengan rintihan nikmat, agaknya ia mulai merasakan kenikmatan akibat masuknya penisku ke dalam analnya. Sejenak kami berdua merasakan posisi tersebut. Anna kulihat berlutut di sebelah kiri kepalaku, meremas-remas payudara Henny sambil memberikan vaginanya kukerjai. Dicky mendekati Henny dan menempatkan penisnya ke vagina Henny. Maka mulailah episode baru seperti yang dialami Anna tadi, dengan pemain utama yang berbeda, yaitu Henny. Henny melenguh pelan waktu penis Dicky yang agak besar melesak ke dalam vaginanya. “Ehssshhhh, pelan-pelan Dick, penismu jumbo sich!” desisnya disertai tawa ringan Anna mendengar gurauan temannya terhadap penis suaminya. “Emangnya ikan lele, Hen?”

Desahan nikmat Henny bercampur erangan Dicky dan aku. Anna belum terdengar mengerang, mungkin karena vaginanya belum tuntas kukerjai. Kedua tangan Henny bertumpu ke belakang menahan tubuhnya, sedangkan Dicky terus memasuk-keluarkan penisnya ke dalam vaginanya, sementara penisku dari bawah berada pada posisi pasif bergantung pada kehendak Henny menaik-turunkan pantatnya agar analnya masuk keluar menikmati hunjaman penisku. Kugeser letak kedua paha Anna agar berpindah tempat hingga kini posisinya berlutut tepat di atas wajahku, tubuhnya tepat berada di belakang Henny, menyangga tubuh Henny yang melengkung ke belakang di atas tubuhku. Kulihat dari bawah, kedua tangan Anna meremas-remas payudara Henny. Terangsang melihat ulahnya, kuarahkan kedua tanganku meremas-remas kedua payudara Anna. Dicky kudengar semakin kuat menggeram, mungkin ia semakin dekat ke puncak kenikmatannya. Laju penisnya kurasa semakin cepat di atas tubuhku, masuk keluar vagina Henny. Desahan kami berempat bercampur, tetapi rintihan kedua perempuan itu mengalahkan suara Dicky dan aku. Cairan vagina Anna semakin deras menetes ke dalam mulutku. Apalagi sewaktu kujulurkan lidahku dalam-dalam ke liang vaginanya atau ketika klitorisnya kuisap kuat-kuat. “Sssshh, terusin Gus, yah, yahhhhh gitu sayang! Enakkkkhhh tuuuuhhh, ooouggghhh…..” rintihnya sambil meliuk-liukkan tubuh di atas wajahku. Kupercepat isapan pada klitorisnya sambil memberi variasi dengan menjilat dan mengisap kedua labia vaginanya bergantian, kiri kanan.

“Henn, aku mau keluar nih …. Kamu sambut ya sayang?” kudengar suara Dicky dan tiba-tiba ia mencabut penisnya dan mengarahkannya ke mulut Henny. Henny menyambut gembira penis Dicky. Digenggamnya dengan tangan kanan batang penis Dicky sedang tangan kirinya mengusap lembut testis Dicky. Beberapa isapan mulutnya membuat Dicky tak kuasa lagi menahan semprotan spermanya dan ia mendorong penisnya ke dalam mulut Henny. Anna kulihat semakin kuat menggeliat dan mengerang. Agaknya ia pun bakal menyusul suaminya. “Ooohhh, Gus, aku orgasme sayang!” erangnya sambil menggesek-gesekkan labianya ke wajahku. Habislah wajahku dipenuhi oleh vaginanya yang basah dengan sedikit rambut halusnya.

Kedua suami istri itu kemudian saling berpelukan dan berciuman sambil melihat kami berdua, Henny dan aku masih dalam posisi semula.

“Tukar posisi dulu Hen, biar kamu cepet sampai!” saran Anna.

Henny bangkit berdiri hingga penisku keluar dari dalam analnya. Lalu ia menungging membelakangiku, berharap aku mengerjainya dengan doggy style. Aku berdiri di belakang tubuhnya, mengusap-usap pahanya yang putih mulus dan dengan perlahan-lahan memegang kedua pangkal pahanya dengan kedua tanganku. “Lho, mau pakai gaya apa Gus?” tanyanya penasaran. “Tenang saja, sayang, pokoknya nikmati saja!” kataku sambil mengangkat kedua belah pahanya mendekati pinggangku dan kuarahkan penisku ke dalam vaginanya. Diperlakukan begitu olehku, Kedua tangannya hampir tak kuat menahan tubuhnya, ia menahan tubuh bagian atasnya dengan kedua siku tangannya sedangkan vaginanya mulai disusupi oleh penisku. Dengan doggy style yang divariasi begini, membuat tusukan penisku pada klitoris dan liang vaginanya semakin maksimal, dan desahan Henny berganti menjadi jeritan-jeritan kecil penuh kenikmatan.

“Ahhh, nikmat sekali An! Pinter banget temanmu ini memberi kenikmatan padaku?”

Anna hanya tersenyum memandangi Henny. Suaminya Dicky duduk bersandar di punggung ranjang menatap kelakuan kami.

Penisku masuk keluar vagina Henny semakin kuat. Kedua belah pahanya kutarik dan kudorong makin cepat hingga penisku mendapat tekanan yang hebat ketika kutarik kedua pahanya, tetapi ketika kudorong ke depan, denyutan vaginanya seolah-olah tak rela ditinggalkan penisku. Dengan beberapa kali hentakan, kuhantarkan Henny ke puncak kenikmatannya. Teriakan panjangnya terdengar, tetapi dengan cepat mulutnya disumpal oleh mulut Anna yang begitu lincah memagut. “Auuuggghhhh, mmmppppfff …. Aaahhh.”

Kami berempat berbaring sambil meredakan nafas yang terengah-engah. Aku masih belum orgasme lagi sementara mereka bertiga sudah mendapatkan orgasme barusan. Rasa kurang puasku agaknya dipahami Anna yang tahu bagaimana daya tahanku, sebab ia selama ini sangat tahu bagaimana cara memuaskanku.

“Kalian berdua di sini dulu, ya? Aku mau berduaan dengan Agus dulu,” katanya sambil menarik tanganku dan turun dari ranjang.

“Wah, ada rahasia apa nih Dick, koq kita berdua tidak diajak ya?” goda Henny sambil melihat ke arah Dicky. Dicky hanya mengangkat bahu sambil menarik tangan Henny agar mendekati dia. Dicky memeluk tubuh Henny sambil mencium bibirnya dengan lembut. Henny membalas dan mereka kembali terlibat dalam ciuman yang memabukkan, tak peduli lagi terhadap Anna dan aku.

Dengan bertelanjang, Anna menarik tanganku. Kami berdua melangkah ke ruang tengah. Anna mengajakku ke arah sofa, tapi tidak untuk duduk, melainkan menempatkan tubuhnya di atas sandaran sofa dengan kaki kanannya naik mengangkangi sandaran sofa, sedangkan kaki kirinya menapak ke lantai. Ini salah satu variasi dari doggy style yang juga merupakan salah satu posisi favoritnya. Perlahan-lahan kugesekkan penisku ke vaginanya dari belakang. Masih lembab kurasakan vaginanya.

“Masukin Gus, ayo!” pintanya. Kumasukkan penisku makin dalam ke vaginanya. Beberapa tusukan yang kulakukan membuat Anna merintih, tidak hanya mendesah. Itu akibat tekanan penisku pada klitoris dan dinding vaginanya.

“Lebih cepat lagi, sayang!!!” rengeknya manja. Kuikuti permintaannya dengan semakin mempercepat laju pantatku maju mundur, sehingga penisku makin cepat masuk keluar vaginanya. Kedua tanganku kujulurkan ke depan merabai kedua payudaranya, yang kiri berada di sebelah kiri sandaran sofa sedang payudara kanannya berada di sebelah kanan sandaran sofa. Remasan tanganku pada kedua payudaranya ditambah tusukan penisku membuatnya makin terangsang hebat. Apalagi ketika tubuhku kutempatkan tepat di atas punggungnya sambil meremas dan menusuk, kujilati punggungnya dan sesekali menggigit lembut pundaknya. Rintihan Anna semakin menaik dan geliat pinggulnya semakin kuat.

“Guuusss ….. aaaahhhhh ….. enaknyaaa …. Aku dapat lagiiiii sayangggg ….”

Aku ingin bersamaan mencapai puncak kenikmatan, sehingga berusaha mengejar dirinya dengan semakin kuat menggerakkan penisku di dalam vaginanya yang semakin kuat menyedot penisku. Denyutan dinding vaginanya membuat penisku sampai pada puncak aksinya dan dengan suatu erangan kenikmatan, kutusukkan penisku sedalam-dalamnya sambil memeluk tubuh Anna dan meremas payudaranya. Penisku merasakan kenikmatan yang hebat sewaktu kepala penisku kubenamkan dalam dan membiarkannya di dalam vaginanya. Kedutan-kedutan halus kurasakan pada kepala penisku, hingga rasanya aku tak lagi menjejak bumi.

“Plok, plok, plok, plok,” kudengar suara tepukan dua pasang tangan. Rupanya Dicky dan Henny sudah berdiri tinggal beberapa meter dari kami dan melihat kami berdua main. “Ada acara nambah nich yee?” gurau Henny sambil mendekati kami dan bersama-sama Dicky duduk di sofa dekat kami.

Aku tersenyum mendengar kata-kata Henny. Beberapa saat kemudian kucabut penisku dan berdiri lalu mengambil tempat duduk di dekat mereka. Anna lalu menyusul hingga kami berempat duduk di sofa dalam keadaan masih bertelanjang bulat.

“Aku jadi pengen lagi nih Dick. Gimana, bisa bantu aku nggak?” tanya Henny pada Dicky.

“Sepanjang bisa kulakukan, silakan tuan putri,” sambut Dicky dengan gaya seorang hamba terhadap tuan putrinya.

Henny lalu berdiri dan mengalungkan kedua lengannya ke leher Dicky, sambil mencium bibir Dicky ia berbisik pelan tanpa dapat aku dan Anna dengar apa yang ia bisikkan. Kami hanya tersenyum melihat ulah Henny.

Setelah beberapa saat mereka berciuman sambil berpelukan dalam keadaan berdiri, tiba-tiba kami amati Dicky berjongkok dan memegang pergelangan kaki Henny lalu membalikkan tubuh Henny hingga kini kedua tangan Henny bertumpu ke lantai sedangkan kedua kakinya berada di atas dipegangi oleh kedua tangan Dicky pada bagian pergelangan kakinya.

“Posisi 69 dimodifikasi,” bisik Anna perlahan. “Asyik juga tuch. Kapan-kapan kita coba ya, Gus?” sambungnya.

Aku mengangguk sambil menatap lekat-lekat pada Dicky dan Henny. Sambil bertumpu pada kedua tangannya yang ada di lantai, kepala Henny bergerak-gerak mendekati pangkal paha Dicky mencari penisnya. Lalu lidahnya mencium dan menjilati penis Dicky. Dicky sendiri tidak tinggal diam, diperlakukan demikian, ia tak kalah ganasnya, lidahnya terjulur ke vagina Henny yang ada tepat di depan wajahnya. Keduanya saling mencium, menjilat dan mengisap kemaluan yang lain dalam posisi enam sembilan, namun dalam posisi si pria berdiri, sedangkan si perempuan berada pada posisi terbalik dengan kedua tangannya bertumpu di lantai.

Anna bangkit berdiri mendekati mereka berdua. Ia mendekati belakang tubuh Henny dan menciumi pantat Henny. Kadang-kadang mulutnya bertemu dengan mulut suaminya. Mereka berciuman dan sesekali sama-sama menjilat vagina Henny. Lubang anal Henny tak luput dari jilatan lidah mereka berdua. Henny benar-benar dikerjai habis-habisan oleh kedua suami istri itu. Rintihan Henny tak membuat mereka menghentikan aksinya, bahkan semakin liar mencium, menjilat dan jari-jari Anna turut bekerja masuk keluar vagina dan anal Henny, hingga tak kuasa lagi Henny pun meraung mencapai titik kenikmatan tertinggi. Entah bagaimana cara mereka mengerjai Henny, tapi aku terkejut juga sewaktu melihat Henny menjerit, sebab dari vaginanya kulihat cairan muncrat beberapa kali. Mungkin karena ia benar-benar sampai kepada kenikmatan yang tak terkira hingga air seninya turut keluar bersamaan dengan cairan vaginanya, pikirku dan kuingat kejadian yang suka dialami Anna kalau main sampai begitu hebatnya denganku. Dicky mengangkat dan meletakkan tubuh Henny di sofa panjang tepat di samping kiriku. Anna mengambil tempat di sebelah kananku, sedangkan Dicky duduk di sebelah kiri Henny. Beberapa ciuman didaratkan Dicky pada bibir Henny. Anna tak kalah buas dengan suaminya, memagut bibirku dengan lahapnya sambil jari-jarinya mengelus-elus dadaku. Henny sendiri mengelus-elus penisku sambil terus berciuman dengan Dicky.

Aku melirik ke jam dinding, menunjukkan pukul 02.30. Tiga jam sudah kami berempat melakukan hubungan seks gila-gilaan sejak main kartu tadi. Setelah mengaso beberapa saat, Dicky kembali terangsang sebab elusan jari-jari Henny pada penisnya membuat penisnya kembali tegang. Bertelekan pada sofa kecil tanpa sandaran, dengan sebelah kaki menekuk, Henny dihajar dari belakang oleh Dicky. Melihat mereka, Anna tak mau ketinggalan. Ia memintaku melakukan hal yang sama dalam arah yang berlawanan, sedemikian rupa hingga wajahnya berdekatan dengan wajah Henny. Aku menyetubuhi Anna dari belakang, sedang suaminya, Dicky, menancapkan penisnya ke vagina temannya, Henny. Dicky dan aku makin terangsang dan mempercepat laju permainan kami manakala melihat Henny dan Anna berciuman dengan mesranya sambil tangan mereka bermain meremas-remas payudara satu sama lain. Dicky tak lama kemudian orgasme dan menarik diri dari arena pertempuran, namun kedua perempuan itu belum mencapai puncak kenikmatan lagi.

Kubaringkan tubuhku di karpet dan meraih tubuh Henny agar menindih tubuhku. Dengan posisi menduduki perutku berhadapan denganku, Henny memasukkan penisku ke dalam vaginanya lalu mulai menaik-turunkan tubuhnya di atas perutku. Anna yang melihat permainan kami berlutut di samping kami berdua. Kuraih pahanya agar mendekatiku, dan kutempatkan vaginanya tepat di atas wajahku. Dengan aku berbaring di bawah tubuh mereka berdua, penisku menancap dengan mantapnya di dalam vagina Henny, sedangkan vaginan Anna kucium dan jilat semakin gencar. Permainan bertiga kami semakin hangat ketika kedua perempuan itu saling berciuman. Sambil berciuman, Henny meremas-remas payudara Anna dan mengelus-elus putingnya. Tak mau ketinggalan aksi, Anna pun meremas-remas payudara temannya, bahkan sesekali menarik-narik putingnya hingga mata Henny membeliak-beliak menahan nikmat. Gerakan Henny semakin buas naik-turun di atas perutku. Kusambut gerakannya dengan sesekali menaik-turunkan pinggul hingga penisku benar-benar masuk sedalam-dalamnya ke vaginanya. Anna membantu aksiku dengan merabai klitoris temannya pakai tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya terus meremas payudara Henny dan memilin-milin putingnya. “Uuuhh, oooohh …. Sssshhhh…. Gila kamu An, diapain klitorisku?” desahnya sambil terus menarik-turunkan tubuhnya dan meremas-remas payudara Anna. Diserang dari dua jurusan seperti itu, membuat Henny makin kencang menggeliat-geliatkan tubuhnya dan dengan satu lengkingan kuat, ia mencapai orgasme. Dengan lincahnya, Anna memagut bibir temannya kuat-kuat dan memegang kedua payudara Henny dengan remasan yang amat kuat, sehingga kedua putingnya kulihat menyembul begitu indah dan runcing. Lengkingan Henny berubah menjadi rintihan ketika Anna mencium bibirnya dan menyedot puting payudaranya secara bergantian dengan gerakan yang cepat, “Ooohhhh, ssss…. Ahhhhh ….. ooouuggghhhhh ….. Annnn ……” “Luar biasa kedua perempuan ini, tak kenal lelah. Pantas Dicky suka kewalahan melayani istrinya yang begini kuat main seks,” kataku dalam hati.

Anna kemudian menggeser tubuh Henny agar bangkit berdiri. Anna kemudian menempatkan tubuhnya di atas perutku, seperti posisi yang barusan dilakukan temannya dan menarik tubuh Henny agar berganti dengannya. Diserang dari dua jurusan seperti itu lagi, membuat penisku terus tegang dan kembali memasuki vagina yang berbeda. Kini vagina Anna dengan sedikit rambut halusnya mendapat giliran untuk kuhantarkan ke gerbang kenikmatan. Vagina Henny yang masih basah kuyup dan tetesan cairan vaginanya di sela-sela pahanya, kujilati dengan lembut dan kumasukkan lidahku ke dalam vaginanya, menelan seluruh cairan yang masih tersisa di dalam. Anna bergerak naik turun di atas perutku, tak ingin kalah aksi dengan temannya barusan, ia pun menggeliat-geliatkan tubuhnya sedemikian rupa dengan gerakan erotis, hingga penisku kurasa mendapatkan remasan yang kuat dan denyutan yang luar biasa di dalam vaginanya. Sesekali ia menghentikan gerakannya dan berkonsentrasi pada vaginanya yang melakukan gerakan menyedot dan mengisap penisku. Denyutan dinding vaginanya begitu nikmat membuatku seakan-akan terbang di angkasa. Rupanya ia ingin menunjukkan kebolehannya dibandingkan temannya tadi. Henny tersenyum melihat aksi temannya dan meremas-remas payudara Anna. Sesekali Henny menampar ringan pantat Anna, sehingga Anna mem*kik-mekik, “Ahhh …. Ooohhh ….. terusin Hen …… oooohhh …. ssssssshh ….. adddduuuhhhhh …. nikmaatttt …. aaahhhhh ….”

Menyaksikan perbuatan kedua perempuan di atasku, membuatku tambah bersemangat. Kuhentakkan pinggul dan perutku kuat-kuat ke atas, hingga tubuh Anna tersentak ke atas, “Oooouuggghhh …… enak Gussss …. Oooohhhh …. sssshhh …” desisnya seperti orang kepedasan. Remasan Henny pada payudara Anna membuat Anna semakin kuat menggeliat-geliatkan tubuhnya dan kembali ia menaik-turunkan tubuhnya di atas perutku.

Sementara itu, jilatan dan isapan bibir dan lidahku semakin ganas mengerjai vagina dan klitoris Henny. Sesekali lubang analnya kukait-kait dengan lidahku, hingga Henny pun kembali merintih. Merasakan rangsangan pada vaginanya, membuat Henny kembali menciumi bibir Anna dengan kuat. Henny dengan sisa-sisa kekuatannya mencoba bertahan, tetapi dengan isapan bibirku dan jilatan lidahku, membuatnya tak lama kemudian kembali orgasme. “Aaaahhhh… Gus, aku dapat lagiiiii sayangggg!” rintihnya. Hebat juga, bisa berturutan dalam waktu berdekatan, ia capai kembali puncak kenikmatan. Ia mencoba menarik kedua pahanya dari serangan mulut dan lidahku, tetapi kutahan kedua pahanya dengan tanganku sambil meremas-remas payudaranya. Anna yang melihat temannya sudah orgasme lagi, membalas ciuman Henny dan membelai-belai punggung Henny, meremas-remas pantat dan juga payudara temannya.

Penisku yang dikerjai Anna semakin tak kuasa membendung aliran yang akan keluar. “Ann ….. uuuuhhh … aku mau keluar, sayanggggg!!!” erangku sambil menggerakkan pinggulku ke kiri dan kanan.

“Ok sayang, kita bareng ya? Aku juga mau dapet nihhh …. Ayo tancap yang kuat, oooohhhhh …. uuuuhhh …. mmmmfffhhhhhh ……. Ooooouuugggghhhh ….” rintihan Anna berubah menjadi jeritan memenuhi ruangan itu.

Kurasakan aliran spermaku keluar dengan derasnya ke dalam vagina Anna. Anna pun mencapai kenikmatan hingga tubuhnya melengkung ke belakang disertai serangan bibir dan lidah Henny pada payudaranya. Agak lama Anna melakukan itu, denyutan liang vaginanya meremas-remas penisku masih terasa begitu kuat, ketika Henny menarik dirinya dari atas wajahku dan menciumi bibir temannya. Kedua perempuan itu berciuman dengan mesra sambil mengelus-elus tubuh yang lain secara serempak. Anna mangangkat tubuhnya dan mengeluarkan penisku dari dalam vaginanya, lalu seolah-olah sudah sepakat, keduanya menundukkan muka di pangkal pahaku dan menciumi penisku. Jilatan lidah keduanya membuat aku semakin mengawang. Kedua tanganku kugunakan untuk meremas-remas payudara kedua perempuan itu. Rasa geli bercampur nikmat memenuhi diriku. Lidah yang satu bergantian menjilati kepala penisku. Batang penisku tak luput dari sasaran mereka. Bahkan testisku turut dikulum dimasukkan ke dalam mulut mereka secara bergantian. Henny yang pertama-tama kulihat memasukkan penisku ke dalam mulutnya hingga masuk sedalam-dalamnya. Sekitar tiga menit ia melakukan itu, lalu menyorongkan penisku ke mulut Anna. Anna menyambut dan menciumi kepala penisku, lubang kencingku dijilatinya dan dengan lahapnya ditelannya penisku hingga ke pangkalnya, persis seperti yang dilakukan temannya barusan. Setelah puas menelan penisku secara bergantian, mereka berciuman sambil memegangi penisku.

Permainan itu mengakhiri sesi kami saat itu. Sebab setelah sama-sama orgasme, kedua perempuan itu mengajak kami masuk kamar lagi dan akhirnya kami berempat tidur dalam keadaan telanjang hingga pukul 9 pagi. Paginya kami mandi berempat dan sempat saling berciuman di kamar mandi, tetapi tak ada permainan panas lagi di situ, sebab perut kami sudah lapar minta diisi. Anna hanya memanaskan nasi dan menggoreng telur mata sapi untuk sarapan kami berempat, lalu kami berempat duduk-duduk di teras belakang membahas permainan kami semalam sambil tertawa-tawa.

Begitulah pengalamanku main berempat dengan Dicky, istrinya Anna dan teman istrinya, Henny. Sebelum hamilnya Anna, pernah ia mengajakku menginap di rumahnya waktu suaminya bertugas ke Hongkong selama 2 minggu. Waktu aku menginap itu, temannya Henny datang beberapa kali sehingga kami bertiga melakukan hubungan seks panas.

Dua hari menjelang pulangnya Dicky, Henny menginap lagi bersama kami, tetapi kali ini ia tidak sendiri, melainkan membawa seorang temannya, Arie, seorang gadis lajang peranakan Madura Ambon, orangnya tomboy, tidak cantik, tetapi dengan kulitnya yang hitam manis, dengan sedikit kumis tipis di atas bibirnya, membuat dirinya menarik, walaupun payudaranya paling kecil dibandingkan Anna dan Henny. Mula-mula aku tak begitu senang karena melihatnya ngomong ceplas-ceplos, tetapi begitu kenal semakin lama, enak juga ngobrol dengannya. Malamnya ketika habis makan, ketiga perempuan itu mengajakku nonton film blue berempat. Film yang mereka putar adalah film lesbi, tetapi menjelang akhir film tersebut, dipertunjukkan kehadiran seorang pria yang dikeroyok tiga orang perempuan. “Wah, apa ini pertanda baik atau buruk?” pikirku, harap-harap cemas. Pengen main dengan Henny dan Anna seperti biasanya, tetapi malu ada teman mereka. Lagi-lagi hal itu merupakan bagian dari rencana Henny dan Anna untuk mengerjaiku, sebab Arie adalah teman Henny, juga bukan lesbi tulen, tetapi berulang-kali patah hati oleh perlakuan pria, hingga tak pernah berniat lagi untuk menikah. Kehadiran Arie ini membuka babak baru petualangan seksku, sebab ternyata ia sangat ahli dalam bermain seks, bahkan dengan alat bantu penis buatan, ia mampu membuat Henny dan Anna menjerit-jerit nikmat. Hebatnya lagi, mereka bertiga berhasil memperdaya diriku untuk mengajak main seks misterius, di mana kedua mataku ditutupi kain hitam, lalu kedua kaki dan kedua tanganku dipentang lebar-lebar dan diikat dengan tali ke empat sudut ranjang. Aku yang memang penasaran akan pengalaman baru, mau saja diperlakukan begitu. Belakangan barulah aku tahu, bahwa Arie ingin mengerjai analku dengan penis buatan yang ia ikatkan tepat di depan vaginanya. Sambil mengangkat kedua pahaku agar penis buatan itu masuk ke dalam analku, Henny dan Anna bergantian menduduki perutku dan memasukkan penisku ke dalam vagina dan anal mereka secara bergantian. Arie dengan penis buatannya juga mampu menyetubuhi Henny dan Anna secara bergantian sambil memintaku merojok vagina dan analnya dari belakang. Kisah itu akan kuceritakan pada kali berikut. Sayang, ketika Dicky pulang, Arie sudah kembali ke Australia, sebab ia mendapat kesempatan untuk meneruskan ke jenjang master, sehingga hanya cerita yang ia peroleh dari kami walaupun rasa penasaran membuatnya begitu ingin bertemu dan main bersama Arie.

Aku Dan 4 Wanita

Kisah ini merupakan pengalaman pribadiku sendiri. Namaku Andrie,umur 23 tahun waktu itu.Aku baru saja berkenalan dengan seorang gadis yang berumur 23 tahun juga. Aku bekerja di perusahaan swasta di Jakarta, sedang dia bekerja di sebuah Rumah Sakit swasta. Namanya Yuni.

Aku baru berkenalan dengannya sekitar 2 bulan. Waktu awal kenalan,aku tidak pernah mampir kerumahnya. Kami hanya bertemu diluar saja dan ngobrol-ngobrol saja. Tapi lantaran perasaan kami yang semakin akrab,maka suatu kali aku mampir juga kerumahnya, sekaligus berkenalan dengan keluarganya. Yuni punya seorang ibu tiri yang umurnya sekitar 38 tahun dan dua orang kakak perempuan,yang tertua namanya Linda, umurnya 28 tahun dan yang nomor dua namanya Shinta umurnya 26 tahun. Walaupun ibunya ibu tiri,tapi sangat baik. Mereka tinggal 3 orang satu rumah. Sedang kakaknya yang pertama sudah menikah,belum punya anak dan tinggal ditempat lain. Hubungan mereka sekeluarga sangat akrab. Keluarganya ramah terhadapku.

Waktu kedatanganku yang pertama aku cuma duduk diruang tamu.Kedatanganku yang selanjutnya aku sudah biasa aja dirumahnya. Aku sudah bisa masuk keruangan yang lainnya. Suatu kali aku masuk kekamar Yuni,didalam kami ngobrol-ngobrol aja. Jarak antara kami makin dekat. Kupegang tangannya,kemudian perlahan-lahan kudekatkan wajahku kepadanya.Kami saling berciuman.Kulumat bibirnya yang berwarna kemerah-merahan dan Yuni membalas ciumanku. Cukup lama kami berciuman dan aku tidak berani menyentuh bagian yang lain. Sehabis itu kami main Play Stasion.

Minggu berikutnya aku main lagi ke rumah Yuni. Waktu itu kakaknya yang no.2 yaitu Shinta ada dirumah.Dia tidak masuk kerja.Setelah basa basi dengan kakaknya aku masuk kekamar Yuni.Didalam seperti biasa setelah kami ngobrol-ngobrol sedikit aku mendekati Yuni. Kami kembali berciuman,aku meremas tangannya,kemudian ciumanku menyusuri lehernya yang putih bersih.Nafas Yuni terdengar agak terengah-engah.Aku meneruskan ciumanku dengan meremas dadanya yang indah.kemudian satu persatu kancing bajunya kutanggalkan,sampai dia hanya pakai BH saja. BH nya yang berukuran 36B itupun kutanggalkan.

Payudaranya yang sekal dan indah itu pun habis kuciumi.Sementara tanganku meremas-remas dengan lembut payudaranya itu.Kemudian puting payudaranya yang berwarna agak kecoklatan kuhisap dan kujilati.Yuni makin menderu nafasnya.Aku terus asyik menghisap payudaranya yang sekal itu.Tapi secara tiba-tiba aku melirik ke pintu yang sedikit terbuka,disitu kulihat shinta berdiri termangu.Aku segera menghentikan gerakanku.

Shinta kemudian masuk kekamar Yuni.Tapi Yuni cuek saja melihat kakaknya masuk kedalam kamarnya.Dia tidak berusaha menutupi tubuhnya.Malah membiarkan saja tubuhnya dalam keadaan terbuka.Aku tentu saja merasa grogi.Aku takut Shinta marah kemudian melarangku main kerumahnya lagi.Tapi Shinta tidak marah malah tersenyum melihat aku yang salah tingkah.Kemudian Shinta bicara:
"Kamu mau kubuatkan teh Andrie?"
"Ya mbak,boleh ....eh..terima kasih..."jawabku agak gugup.
Dalam hati aku merasa senang karena Shinta tidak marah padaku.Kemudian aku keluar dari kamar dan Yuni memakai bajunya tanpa mengenakan BH lagi.Masih kelihatan payudaranya yang montok itu dibungkus baju kaos yang tipis.Aku diruang tamu ngobrol-ngobrol saja bersama Yuni dan kakaknya.Shinta sama sekali tidak menyinggung kejadian tadi,dan bicara hal-hal lain.

Minggu berikutnya aku kembali datang kerumah Yuni.Setelah ngobrol-ngobrol dengan kakaknya Shinta,aku kembali masuk kekamar Yuni.Didalam kami kembali berciuman.Aku mencium bibir Yuni yang harum.Yuni membalas ciumanku.Berbeda waktu kemarinnya,kali ini Yuni agak agresif.Dia mencium bibirku dengan ganasnya. Aku juga semakin berani membuka pakaian Yuni,sehingga dia hanya memakai celana dalam saja.Aku segera menyapu lehernya yang jenjang dan putih bersih.Yuni terlihat menggelinjang membuat aku semakin bersemangat.Nafasnya mulai terengah-engah.Ciumanku terus kearah dadanya yang montok.Aku menghisap puting payudaranya.Sungguh sangat enak rasanya.Aku menghisap puting payudaranya bergantian.Yuni makin terengah-engah.

Lalu aku membuka celana dalamnya,sehingga sekarang dia tidak memakai pakaian sehelai benangpun. Aku menjilati pahanya yang putih mulus.Jilatanku terus naik kearah vagina Yuni yang memancarkan hawa harum dan wangi.Aku menjilat klitorisnya yang sebelumnya aku menyibakkan bulunya yang belum begitu lebat.Lama aku menghisap klitorisnya.Sampai aku merasakan cairan yang khas,mungkin dia sudah semakin teransang.

Yuni lalu mendorongku,sehingga aku berada dalam posisi telentang. Dia langsung mengarahkan bibirnya yang mungil ke penisku.Wahhh...enak sekali ... Yuni mengulum dan menghisap penisku .Aku semakin terengah-engah.Yuni pun semakin semangat mendengar desahan nafasku. Lalu aku mendorong Yuni dengan lembut agar dia segera telentang.Yuni pun mengerti dengan keinginanku. Penisku kuarahkan kearah vagina Yuni dan memasukkannya dengan perlahan-lahan.Yuni menjerit tertahan begitu penisku masuk semua kedalam vaginanya.Aku mengangkat pantatku perlahan-lahan,dan memasukkannya.Begitu seterusnya aku lakukan,memaju-mundurkan pantatku.Yunipun kelihatan sangat menikmatinya.

Lalu aku mengangkat kaki kiri Yuni dan tetap aku menggoyang pantatnya yang montok.Sampai akhirnya dia menjerit dengan suara yang agak keras.Dan akupun merasakan cairan hangat yang membasahi penisku didalam vaginanya.Rupanya Yuni sudah keluar.Sementara aku nampaknya masih lama untuk mencapai puncak orgasmeku. Tiba-tiba aku dikejutkan suara yang sudah aku kenal.
"Wah..kamu kuat juga ya Andrie..."
Rupanya itu suaranya Shinta kakak Yuni.Rupanya dia sudah dari tadi berdiri dibelakangku memperhatikan apa yang kuperbuat bersama dengan adiknya.Aku sangat kaget sekali,dan mencabut penisku yang masih tegang dari vagina Yuni.Kupikir tadi Yuni sudah mengunci pintu kamar.

Shinta segera menghampiri kami berdua.Kulihat Yuni cuek saja dan masih menikmati puncak orgasmenya. Shinta duduk disamping kami dan memperhatikan punyaku yang masih tegang.Sementara aku sendiri masih jauh dari puncak orgasmeku.Melihat situasinya seperti itu aku jadi memberanikan diriku meraih tangan Shinta.Kutarik lembut tangannya dan aku segera melumat bibirnya yang lembut.Sementara tanganku langsung meremas-remas payudaranya.Sekilas aku melirik Yuni dan kulihat dia tersenyum melihat yang kuperbuat dengan kakaknya.Dia bilang,
"Nah...sekarang giliran saya yang nonton kakak ya...?"
Shinta hanya menjawab dengan tersenyum saja.Nampaknya Yuni ingin aku berbuat yang sama dengan kakaknya.

Tanganku terus saja meremas-remas payudaranya dari luar.Aku segera melepaskan semua pakaian yang menempel ditubuhnya,sampai dia tidak mengenakan pakaian selembar benangpun alias bugil,seperti Yuni. Aku terus melumat bibirnya. Shinta pun tidak kalah membalas ciumanku.Ciumanku terus turun kelehernya yang putih bersih.Shinta mengelinjang membuat aku semakin bersemangat saja.Aku terus menciumi payudaranya yang montok,mungkin ukurannya ada sekitar 36,aku tidak tahu persis tapi sama dengan ukurannya si Yuni.

Aku menghisap puting payudaranya dengan lahap.Aku kembali melirik Yuni dan melihat dia tersenyum manis padaku.Aku jadi semakin bersemangat saja.Sementara Shinta terus saja menggelinjang keenakan.Aku terus saja menghisap puting payudara Shinta.Sementara tangan kiriku meraba-raba selangkangan Shinta.Aku merasakan bulu-bulu vaginanya yang lembut.Ciumanku terus kuturunkan kedaerah vaginanya.Aku menjilati klitoris Shinta dan Shinta terus saja menggelinjang.Aku merasakan cairan yang khas dari vaginanya,tapi aku yakin dia belum orgasme.

Aku lalu mendekatkan penisku kedalam mulut Shinta dan diapun melumat penisku dan menghisapnya.Sungguh sangat enak sekali.Lama Shinta menghisap penisku yang sudah sangat tegang sekali.Aku hampir tidak tahan lagi. Aku menyuruh Shinta supaya menungging.Aku lalu mengatur posisiku di belakang Shinta.Perlahan-lahan aku memasukkan penisku kedalam vaginanya.Tapi sebelum aku memasukkan penisku,Yuni bergerak mendekatiku dan tangannya menggenggam penisku.
"Biar kumasukin Ndrie...,"katanya.
Tapi sebelum itu dia masih sempat-sempatnya menghisap penisku.Setelah itu dia mengarahkan penisku ke kemaluan kakaknya.Dia tersenyum padaku.Shinta juga tersenyum padaku.Aku semakin tidak tahan dan segera memasukkan penisku ke vagina Shinta.shinta menjerit tertahan,
"Ahh...Andrie...punyamu enak sekhali...shayang..."
Aku semakin bersemangat menggoyangkan pantatku.Sementara Yuni duduk disampingku.Aku segera meraih tangan Yuni dan aku bilang,
"Yun, sini payudaramu aku hisap..."
Yuni segera menyodorkan payudaranya kemulutku.Jadi sementara aku menggoyang Shinta,mulutku menghisap payudaranya Yuni.Shinta semakin histeris menjerit-jerit keenakan kugoyang vaginanya dari belakang.Aku lalu menyuruh Yuni berdiri dan mengarahkan selangkangannya ke mulutku.Aku kembali menjilati klitoris Yuni.Yuni terdengar menjerit-jerit keenakan seperti kakaknya.

Tak lama tubuh Shinta menegang.Agaknya dia sudah mau keluar.Benar saja tak lama aku merasakan cairan hangat membasahi penisku yang masih menancap di vaginanya.Yuni juga masih menjerit-jerit.Aku lalu berdiri dan mengarahkan penisku yang masih tegang ke kemaluan Yuni yang berada dalam posisi berdiri dari depan.Aku mengangkat kaki Yuni dan meletakkan kakinya di pinggir tempat tidur.Aku memasukkan penisku kedalam vagina Yuni dari depan dan kugoyang-goyang,maju mundur.

Yuni kembali mendesah-desah,
"...Ahh...Andrie...kamu pintar juga juga pake gaya berdiri seperti dalam film ...ahhh...akh.."mulutnya terus saja menceracau.
Aku terus saja menggoyangnya,sementara mulutku tidak berhenti menciumi payudaranya yang montok kiri kanan bergantian dan juga menghisapnya bergantian.Yuni semakin melayang-layang kenikmatan saja.Tak lama aku juga sudah ingin keluar.Tapi sebelum aku keluar,Yuni sudah keluar duluan dan badannya mendadak jadi lemas.Aku segera mencengkram pantatnya dan memeluk tubuhnya."Akh..."akhirnya kau keluar juga dengan perasaan yang melayang-layang. Spermaku membasahi vagina Yuni.Aku tidak kuat lagi menahan tubuh Yuni dan membiarkan dia terduduk dan akhirnya penisku pun tercabut dari vaginanya.

Shinta yang dari tadi memperhatikan,kembali mendekatkan kepalanya ke penisku dan menjilati sisa sperma yang masih menempel disana.Yuni pun tidak ketinggalan,juga menghisap penisku dan menjilati sisa sperma yang masih menempel disana.Kedua kakak beradik tadi masih dengan lahap menghisap penisku bergantian.

Akhirnya kami bertiga terbaring lemas.Aku berada ditengah-tengah mereka.Tanganku masih saja bergantian meremas-remas payudara Yuni dan Shinta bergantian.Mereka juga masih menikmati remasan tanganku di payudaranya.Kami sama-sama menarik nafas panjang.Lama kami terdiam.

Tiba-tiba kami dikejutkan teriakan suara panggilan.
"Shinta,Yuni kalian dimana? Ini mbak Linda datang nih...kok nggak ada yang menyahutin?"
Rupanya kakaknya yang tertua datang.Shinta lalu berdiri dan berkata pada Yuni,
"Yun,biar mbak saja yang menemuin mbak Linda,kayaknya dia sendirian saja kesini.Suaminya kayaknya nggak ikut tuh..."

Lalu tanpa pakaian sehelai benangpun Shinta berdiri dan jalan keluar kamar.Aku kaget dan bertanya pada Yuni,
"Yun,kalau ketahuan mbak Linda bagaimana nih...?"kataku agak cemas.
Tapi Yuni hanya tersenyum saja dan mengecup bibirku sebagai jawabannya. Sementara diluar kamar,mbak Linda sangat terkejut melihat adiknya Shinta menyambutnya tanpa busana sehelai benangpun.
"Shinta...kamu ngapain..?Kok nggak pake pakaian...?"tanya mbak Linda.
Tapi Shinta cuma tersenyum saja dan berkata,
"Nggak apa-apa kok mbak...Mbak nggak usah banyak tanya deh..." sambil tangannya menggandeng tangan kakaknya kekamar Yuni.

Sesampai dikamar Yuni,mbak Linda kelihatan terkejut melihatku dan Yuni juga tanpa pakaian.Shinta segera menjelaskan,
"Mbak,itu Andrie pacarnya Yuni...Mbak udah kenal kan?"kata Shinta.
Sementara aku masih agak cemas,takut kalau-kalau mbak Linda marah besar.Tapi rupanya Yuni mengerti perasaanku.Dia berkata pada Linda,
"Mbak ayo duduk disini,ngapain berdiri disitu.Apa mbak nggak pingin merasakan punya Andrie yang perkasa ini..?Bukankah Mbak dulu bilang kalau nggak pernah puas kalau main sama suami mbak...?"

Mulanya mbak Linda ragu-ragu.Tapi Shinta segera menarik tangan kakaknya dan mengajaknya duduk didekatku yang juga sama-sama bugil dengan adik-adiknya.Akhirnya mbak Linda duduk juga didekatku.Shinta berkata,
"Ayo Andrie...kita teruskan,nih kakaknya Yuni yang paling tua udah datang.Dia nggak pernah puas kalau main.Mungkin kamu ketemu lawan tangguh...,"kata Shinta bercanda.
Mbak Linda dan Yuni kulihat hanya tersenyum saja.
"Sekarang aku dan mbak Shinta cuma nonton aja,kamu main sama mbak Linda...habis kami capek sih..."kata Yuni dengan manjanya.

Akupun nggak jadi takut dan ikut tersenyum.Aku jadi berani dengan situasi seperti ini.Aku merasa seperti diberi lampu hijau. Aku langsung saja mengarahkan tanganku ke payudara Linda dan meremas-remas payudaranya dari luar pakaiannya.Linda hanya tersenyum saja aku perlakukan begitu.Aku segera melumat bibirnya dan Linda membalasnya juga dengan ganasnya. Nampaknya dia benar-benar membutuhkan seks.Aku semakin senang.

Aku segera melucuti pakaian yang dikenakan Linda,sampai dia tidak memakai pakaian sehelai benangpun seperti adik-adiknya. Aku merasa kaget juga,karena payudaranya mbak Linda lebih besar dibandingkan payudara adik-adiknya. Terus terang aku sangat senang dengan ukuran payudaranya yang besar itu.Aku segera menciumi payudaranya bertubi-tubi dan bergantian,maklum nafsu seksku mulai bangkit lagi.Linda sudah mulai terengah-engah menghadapi seranganku.Aku kembali melumat bibir mbak Linda yang indah.Mbak Linda juga kembali membalas ciumanku dengan bernafsu.

Sementara itu aku juga melirik Shinta dan Yuni dan mereka cuma tersenyum menatapku sambil mengelus-elus vaginanya masing-masing. Ciuamanku kembali kuarahkan keleher Linda yang putih bersih.Dan terus kuturunkan ke payudaranya yang montok. payudaranya kuciumi bergantian dan puting payudaranya kuhisap dengan lahap.Lama aku menghisap payudaranya.Linda berkata,
"akh...Andrie...terus hisap...sayhang..enakh..sekali.terus sayang...kamu sekarang jadi bayi...ya....terus hisap payudara Mbak...sayang...?"katanya menceracau.
Aku nggak peduli dengan rintihan dan erangan mbak Linda.Malah aku semakin bersemangat saja.Ciumanku kuturunkan keperutnya yang putih dan ramping dan terus turun kepahanya yang mulus.Pahanya kujilatin sampai basah semua.Jilatanku kunaikkan ke sela-sela pahanya yaitu ke vaginanya.
"Akh...apa ini Andrie...ohhh..terus Andrie..."kata mbak Linda.
Kayaknya dia juga tidak peduli lagi dengan sekitarnya.

Aku menjilati vaginanya.Aku mencari klitorisnya dan menghisapnya.Mbak Linda menjerit tertahan dan menekan belakang kepalaku,sehingga aku semakin mencium bau wangi dari vaginanya.Aku terus menjilati klitorisnya itu,sampai akhirnya aku merasakan cairan yang keluar dari vagina mbak Linda.Tapi mbak Linda sendiri belum keluar.Sementara punyaku sendiri sudah semakin tegang.Aku segera merubah posisiku dan menyodorkan penisku kemulut mbak Linda.Mbak Linda membuka mulutnya dan melahap penisku dan menghisap penisku dengan sangat bernafsu.Aku menyadari nafsu seks mbak Linda sangat tinggi.Tapi aku yakin bisa memuaskannya.

Akhirnya kusuruh mbak Linda telentang.Diapun menurut untuk telentang dan membuka kakinya lebar-lebar.Akupun segera mengatur posisiku untuk mengarahkan penisku kedalam lubang kemaluannya.Tapi sebelum aku memasukkannya,Yuni dan shinta mendekat dan berkata,
"Andrie...sebentar dulu.."kata Shinta.
Tanpa menunggu jawabanku dia langsung memegang penisku dan memasukkan kedalam mulutnya lalu menghisapnya. Setelah itu giliran Yuni yang menghisap penisku.Aku melihat mbak Linda sudah nggak sabaran untuk merasakan penisku.Akhirnya setelah Yuni menghisap penisku,dia membimbing penisku dan mengarah kan ke lubang vagina kakaknya.Setelah posisinya pas,aku segera menekan pantatku perlahan-lahan.

Terdengar desahan dan jerita kecil keluar dari mulut mbak Linda.Rupanya lubang vagina mbak Linda masih sempit seperti punya adik-adiknya.Aku sangat senang sekali.Aku segera menaik-turunkan pantatku ke vagina mbak Linda.Jeritan dan desahan nafas mbak Linda makin keras.Aku tidak peduli dan terus saja menggenjot dan menaik turunkan pantatku.Sama seperti vagina adik-adiknya,vagina mbak Linda seperti meremas-remas penisku.

Aku sudah hampir keluar,tapi aku berusaha bertahan selama mungkin.Dan kuperhatikan mbak Linda hampir mencapai puncak orgasmenya.
"...akh...akh..akh..terus andrie..akh...aku sudah mau keluar nih...akh..,"katanya terus menceracau.
" Aahh aku juga mau keluar mbak..."kataku sambil meremas dan menghisap payudaranya.
Akhirnya aku merasakan cairan hangat membasahi penisku.
"Ahh...Andriee..mbak sudah keluar..."kata mbak Linda.Rupanya dia sudah keluar.Bersamaan dengan itu akupun merasa sudah nggak kuat lagi.
"Mbak...akhu...jugha..mau keluar...h.."kataku dengan suara agak parau.
Akhirnya spermaku tumpah membasahi vaginanya.Aku tertelungkup lemas diatas tubuh mbak LInda.Kulihat Shinta dan Yuni tersenyum menatapku.Aku lalu mencabut penisku dari lubang vagina mbak Linda dan tidur menelentang.

Shinta dan Yuni segera mendekatkan melutnya dan kembali menghisap penisku bergantian.Begitu juga dengan mbak Linda bangun untuk menghisap penisku bergantian.Akhirnya kami kembali rebahan.Mbak Linda disebelah kananku,Shinta disebelah kiriku,sementara Yuni dengan manjanya telungkup diatas tubuhku.Kami sama-sama menarik nafas panjang.Sementara tanganku kembali bergerilya seperti tadi meraba seluruh tubuh kakak-adik itu dan meremas-remas payudara mereka bergantian.Kadang-kadang mereka juga bangun sebentar hanya untuk menghisap penisku.Kami sama-sama terbaring lemas.

Tak lama Shinta membuka pembicaraan,
"Wah...Andrie...kamu memang kuat bisa mengalahkan mbak Linda.penismu juga besar dan kuat lho Andrie."
Aku hanya tersenyum saja dan meremas payudara Shinta dengan lembut dan memainkan puting payudaranya dengan ujung jariku.
"Baru kali ini aku merasa puas kalo main gini Ndrie.."kata mbak Linda.
Aku hanya tersenyum saja mendengar pujian mereka dan tanganku semakin nakal dengan memasukkan jariku kelubang vagina mbak Linda.
"Aww...Andrie...tanganmu nakal..aku lagi capek nih..."kata mbak Linda manja.
Aku lalu berkata,"Wah...Yuni,Shinta,mbak Linda,kayaknya kita harus berpakaian nih sebelum ibumu datang."
Yuni segera menjawab,
"Nggak apa-apa kok Andrie.Kalau ibu datang dan melihat kita begini nggak bakalan marah kok...ya kan mbak?"kata Yuni sambil bertanya pada kakaknya.
Kedua kakaknya tersenyum saja dan Shinta berkata,
"Kalau kamu mau,kamu juga boleh main sama ibu Andrie..."
"Iya...ibu pasti senang sekali ya kan mbak Linda?"tanya Yuni sama mbak Linda.
Mbak Linda menganggukkan kepalanya.Sekarang aku sudah mulai tenang.Sekarang tenagaku sudah mulai pulih.Lama kami terdiam,tapi tanganku tetap tidak bisa diam dan selalu menggerayangi tubuh ketiganya.Tapi mungkin karena kecapean,mereka bertiga cuma diam saja ketika tanganku menggerayangi tubuhnya,walaupun jari tengahku mengorek-ngorek vaginanya.

Tiba-tiba terdengar suara dari luar,
"Shinta,Yuni..kalian dimana?"
Rupanya ibunya sudah datang.
"Kami disini Bu..."sahut Yuni.
Lalu Yuni berkata padaku,
"Ayo Andrie...kamu boleh coba ibuku..katanya tersenyum.
Aku cuma mengangguk saja dan sekarang tenagaku sudah benar-benar pulih lagi.

Tak lama kemudian ibunya Yuni sampai di kamar dan terkejut,
"hai...kalian lagi ngapain?"katanya sambil menutup mulutnya.
Ibunya Yuni masih melotot tidak percaya menatapku.Setelah dekat tanganku langsung memeluk ibu Yuni dan langsung meremas-remas payudaranya.Sementara itu dia masih setengah tidak percaya,tapi dia membiarkan tanganku meremas-remas payudaranya.Sambil berdiri aku menciumi bibirnya dan sekarang dia mulai membalas ciumanku.Aku tidak menduga ciuman ibunya ganas juga.Sementara tanganku masih terus meremas-remas payudaranya.Aku segera melucuti pakaiannya satu demi satu.Kulihat dia sekarang sudah bisa tersenyum dan berkata,
"Linda,Shinta,Yuni...kalian bear-benar nakalya...?tapi kalian baik juga mau mengajak ibu main sama Andrie."

Linda,Shinta dan Yuni hanya tersenyum saja dan berkata,
"ya Bu..jangan malu-malu ya...ya...penis Andrie enak lho Bu..."
Setelah pakaian luarnya kulucuti,hingga hanya tinggal BH dan CD aja.Tanganku masih saja meremas-remas payudaranya.Nafas ibu Yuni mulai naik turun.Dia membiarkan saja apapun yang kulakukan pada tubuhnya dan menikmatinya.Aku mulai melepaskan BH nya dan aku kaget juga payudara dia masih kencang,putih dan montok dan besarnya hampir sama dengan payudara mbak Linda.Aku segera menyerbu payudaranya dengan ciuman-ciumanku.Aku menghisap puting payudaranya sambil berdiri.

Dia hanya merintih-rintih saja.Aku meremas-remas pantatnya yang montok,sementara mulutku tidak berhenti menghisap puting payudaranya kiri kanan.Setelah puas dibagian payudara,ciumanku kulanjutkan ke bawah.Ciumanku kuarahkan ke pahanya yang putih mulus dan terus naik keselangkangannya.Aku melepaskan CD nya sehingga dia tidak mengenakan apa-apa lagi,bugil seperti aku dan anak-anak tirinya.

Aku lalu menjilati vaginanya.Sambil berdiri, dia membuka kakinya agar mulutku leluasa menjilati vaginanya.Sementara tangannya menekan belakang kepalaku.Aku terus saja menghisap klitorisnya. Dia menjerit-jerit kecil dan kakinya kulihat agak gemetaran. Setelah puas menjilati vaginanya,aku lalu menekan tubuhnya supaya duduk jongkok menghadapku.Dia mengerti dan langsung saja mulutnya melumat penisku.Aku merasa sangat enak.Kayaknya Dia lebih berpengalaman dalam hal menjilat penis.Dia terus saja menghisap penisku dengan penuh semangat.

Akhirnya aku sudah tidak tahan lagi,aku lalu menyuruhnya membelakangiku.Aku lalu mengatur posisi dan mengarahkan penisku ke lubang vaginanya dari belakang dan menekannya pelan-pelan.Dia menjerit tertahan.Tapi aku tidak peduli. sementara Linda,Shinta dan Yuni hanya menonton dengan bersemangat dari samping.Aku menggoyang pantatku maju mundur sambil berdiri.Tangan kirinya kutarik kebelakang dan tangan kananku meremas-remas payudaranya yang sebelah kanan.Dia kembali menjerit-jerit dengan desahan nafasnya yang memburu.
"Andrie...kamu...punyamu sangat enakh...akh...akh.."katanya menceracau.
Aku semakin bersemangat mendengar rintihannya.Lalu aku menarik tangan kanannya sehingga kedua tangannya kutarik kebelakang.Sementara pantatku tetap maju mundur menggoyang pantatnya.payudaranya yang besar terus saja bergoyang-goyang ke bawah.

Aku lalu merubah posisi dan menyuruhnya telentang.Dengan nafas memburu dia menurut saja dan telentang dengan membuka kakinya lebar-lebar.Aku segera mengarahkan penisku ke vaginanya. Penisku pun segera menusuk vaginanya dan pantatku naik turun menghujam vaginanya.vaginanya tidak kalah rasanya dibandingkan vagina anak-anaknya. Masih menggigit dan meremas-remas penisku. Nafaskupun semakin cepat seperti nafasnya.

Sementara penisku menusuk-nusuk vaginanya,aku selalu menghisap payudaranya bergantian Sekitar hampir satu jam kami main,sampai akhirnya dia berkata,
"Andrie...ahh...penismu sangat enakh...kuat...lubang vaginau jadi penuh oleh penismu...ahh...ahhh..terus sayang..aku sudah hampir keluarhh..ahh..ahhh.."
Dan tak berapa lama akupun segera merasakan penisku jadi hangat karena cairan dari vaginanya sebagai tanda dia sudah sampai puncak orgasmenya.Badannya yang tegang tadi mulai lemas.Aku masih saja menggenjot vaginanya dan akhirnya akupun merasakan sesuatu yang hendak keluar.penisku kubenamkan dalam-dalam kedalam vaginanya.Dan spermaku pun keluar membasahi liang vaginanya.Aku tertelungkup lemas dengan nafas tidak beraturan.

Dia juga begitu lemas dan nafasnya juga tidak beraturan.Aku lalu mencabut penisku dari vaginanya dan telentang sambil menarik nafas panjang.Aku memejamkan mataku.Walaupun sudah keluar tapi penisku masih ngaceng.Mbak Linda,shinta dan Yuni mendekat dan mereka bergantian menghisap penisku dan menelan sisa-sisa spermaku.Aku merasakan nikmatnya hisapan mereka bergantian.

Mereka bertiga akhirnya merebahkan badannyadisampingku.Lama kami terdiam karena kelelahan.Akhirnya Yuni berkata,
"Gimana Bu..?Enakkan penisnya Andrie..?"
Ibunya berkata,"Wah..Andrie...kamu memang luar biasa.penismu besar,kuat...wah...enak sekali..."
Aku menjawab,"Kalian juga sangat enak sekali.vagina kalian terasa meremas-remas penisku.Aku juga sangat suka dengan payudara kalian yang montok-montok ini."kataku sambil meremas-remas payudara mereka bergantian.

Akhirnya aku tidak diperbolehkan pulang dan harus menginap malam itu.Kami kembali main bergantian.Aku kembali main sama mbak Linda,Shinta ,Yuni dan ibunya.Sungguh aku merasa sangat terpuaskan saat itu.Aku bisa menikmati tubuh mereka,tubuh kakak Yuni,tubuhnya sendiri dan tubuh ibunya.Aduh sangat enak sekali.Apalagi kulit tubuh mereka putih semua,maklum karena mereka adalah orang cina turunan.Apalagi payudara mereka sangat montok dan vaginanya juga bisa memijit-mijit penisku.

Setelah hari itu,tiap kali aku main ke sana,kalau baru sampai di rumah Yuni,aku selalu meremas-remas payudara mereka bergantian.Kadang-kadang aku langsung melucuti pakaian mereka dan langsung menghisap payudara mereka bergantian.mereka pun sangat senang dengan caraku waktu aku datang itu.Kadang-kadang kalau baru datang,aku langsung membuka celanaku dan menyodorkan penisku kedalam mulut Yuni,Shinta ibunya atau mbak Linda.Mereka pun sangat senang sekali.Sehingga tiap kali aku datang kesana pasti main dengan mereka bergantian.

Kadang-kadang Yuni,Shinta,mbak Linda atau ibunya juga memperkenalkan aku dengan teman-temannya dan akupun sering juga main dengan teman-teman mereka.Aku bilang pada mereka,kalau mau mengundang teman untuk main harus yang bersih.Rata-rata teman-teman mereka itu adalah wanita yang tidak bisa dipuaskan oleh suaminya.Ada salah satu temannya yang mau memberiku bayaran,tapi aku menolaknya karena aku melakukannya dengan suka sama suka.Karena aku sangat suka seks.

TAMAT

Desahan Dalam Mobil

Nama saya Citra (samaran), dan saya adalah mahasiswa semester 5 di salah satu universitas swasta ternama di bilangan Jakarta Pusat , dan apa yang akan saya ceritakan disini adalah kisah yang terjadi sekitar beberapa tahun yang lalu.

Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan bagiku ketika semester lima, bagaimana tidak, hari itu aku ada tiga mata kuliah, dua yang pertama mulai jam 9 sampai jam tiga dan yang terakhir mulai jam lima sampai jam 7 malam, belum lagi kalau ada tugas bisa lebih lama deh. Ketika itu aku baru menyerahkan tugas diskusi kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan teman sekelompokku, si Dimas selesai, di kelas masih tersisa enam orang dan Pak Didi, sang dosen.

"Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra ?" ajak Dimas "Jauh nih, di deket psikologi, rada telat sih tadi"

Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia ingin memperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku dan pernah terlibat one night stand denganku. Orangnya sih lumayan cakep dengan rambut agak gondrong dan selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal sebagai buaya kampus.

Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.

"Eeii... mau ngapain kamu ?" tanyaku sambil meronta karena Dimas mencoba mendekapku.

"Ayo dong Citra, kita kan sudah lama nggak melakukan hubungan badan nih, saya kangen sama vagina kamu nih" katanya sambil menangkap tanganku.

"Ihh... nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita masih di tempat parkir gila !" tolakku sambil berusaha lepas.

Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu mobil dan tangan satunya berhasil meraih payudaraku lalu meremasnya. "Dimas... jangan... nggak mmhhh!" dipotongnya kata-kataku dengan melumat bibirku.

Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas menyingkap kaos hitam ketatku yang tak berlengan dan tangannya mulai menelusup ke balik BH- ku. Nafsuku terpancing, berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan menjilat dan menggigit pelan bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutku, mau tidak mau lidahku juga ikut bermain dengan lidahnya. Nafasku makin memburu ketika dia menurunkan cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan. Teringat kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu. Kini aku mulai menerima perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada lehernya dan membalas ciumannya dengan penuh gairah. Kira-kira setelah lima menitan kami ber-French kiss, dia melepaskan mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pink-ku.

"Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi nih" katanya sambil menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya.

Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu dari luar celana dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku membuat Dimas makin bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak seperti ular di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam sambil mendesah nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada pahaku, aku membuka mata dan melihatnya menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan itu terus merambat dan semakin jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin mendekatkan wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku.

Dan... oohh... rasanya seperti tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku, tangan kanannya menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara tangan kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka.

Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat, lupa bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang di luar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Di tengah gelombang birahi ini, tiba- tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta gedoran pada jendela di belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang dan melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku. Satu dari mereka menggedor lagi dan menyuruh kami turun dari mobil. Tadinya aku mau kabur, tapi sepertinya sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka mengejar dan memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal ini, maka kamipun memilih turun membicarakan masalah ini baik-baik dengan mereka setelah buru-buru kurapikan kembali pakaianku.

Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus dan harus dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga terjadi perdebatan dan tawar-menawar di antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu keduanya mulai cengengesan melihat ke arahku. Temannya yang tinggi dan berumur 40-an itu lalu berkata,

"Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup mulut ?"

Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak jauh dari selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga, walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan berbicara agak keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal kencang.

"Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama tenaga, biar saya saja yang beresin" kataku

"Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit lagi masalah ini !"

Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak mau menyerah juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya untuk menuntaskan libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka ke gedung psikologi yang sudah sepi dan gelap, di ujung koridor kami disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah toilet pria. Salah seorang menekan sakelar hingga lampu menyala, cukup bersih juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya pikirku.

"Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain cewek kamu !" perintah yang tinggi itu pada Dimas.

Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam pakaian ketat itu. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak lebih cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku menyandarkan punggungku ke tembok.

Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas kantong dadanya. Yang tinggi dan berusia sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy, dan temannya yang berkumis itu bernama Romli. Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai mesum.

"Hehehe... cantik, mulus... wah beruntung banget kita malam ini !" katanya

"Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?" tanya Pak Romli sambil menyalami tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya, otomatis bulu-buluku merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu.

"Citra" jawabku dengan agak bergetar.

"Wah Citra yah, nama yang indah kaya orangnya, pasti dalemnya juga indah" Pak Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka.

"Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?" pinta Pak Romli memajukan wajahnya

Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada wajahnya yang tidak tampan itu.

"Ahh...non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma ngecup aja sih, gini dong harusnya" Kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan melumat bibirku.

Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia makin ganas menciumiku ditambah lagi tangannya sudah mulai meremas-remas payudaraku dari luar. Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh. Sementara dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku dan merabai pahaku.

Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya, dadaku. Kaos ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah dadaku yang masih terbungkus BH pink, itupun juga langsung diturunkan.

"Wow teteknya montok banget non, putih lagi" komentarnya sambil meremas payudara kananku yang pas di tangannya.

Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat yang kiri. Mereka kini semakin liar menggerayangiku. Putingku makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuat dan kadang disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya keras. Namun perpaduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas.

Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin malam menerpa kulit pahaku, celana dalamku pun tersingkap dengan jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke balik celana dalamku sehingga celana dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak Egy yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku. Nafasku makin memburu, aku hanya memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda. Aku merasakan vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak Romli, bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat mereka semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya yang entah kapan dia keluarkan.

"Waw...keras banget, mana diamaternya lebar lagi" kataku dalam hati "bisa mati orgasme nih saya"

Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu makin membengkak saja.

Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku, jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku yang langsung dijilatinya seperti menjilat madu. Kemudian aku disuruh berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka, kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku.

"Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini" celoteh Pak Romli sambil meremasi bongkahan pantatku yang sekal.

Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya aku mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celana dalam. Akhirnya pantatku yang sudah telanjang menungging dengan celana dalamku masih menggantung di kaki kanan.

"Pak masukin sekarang dong" pintaku yang sudah tidak sabar marasakan batang-batang besar itu menjejali vaginaku.

"Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina non, wangi sih !" kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik.

ak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek oleh lendirku dan ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal tidak sebanding ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi, dia langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi. Pak Egy sejak posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantara tembok dan tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus menggenjotku dari belakang sambil sesekali tangannya menampar pantatku dan meninggalkan bercak merah di kulitnya yang putih. Genjotannya semakin mambawaku ke puncak birahi hingga akupun tak dapat menahan erangan panjang yang bersamaan dengan mengejangnya tubuhku.

Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar dan berdenyut-denyut menggesek makin cepat pada vaginaku yang sudah licin oleh cairan orgasme.

"Ooohh... oohh... di dalam yah non... sudah mau nih" bujuknya dengan terus mendesah "Ahh... iyahh... di dalam aja... ahh" jawabku terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme panjang barusan.

Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap hingga pangkalnya pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru melepaskannya setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau saja mereka tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai. Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan merosot hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai- berai, kedua pahaku mengangkang dan vaginaku belepotan cairan putih seperti susu kental manis.

"Hehehe...liat nih, air sperma saya ada di dalam vagina wanita kamu" kata Pak Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah ingin memamerkan cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku.

Opps...omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati liveshow ini di sudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku dan menyuruhku berlutut dan membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah membuka celananya juga berdiri di sebelahku menyuruhku mengocok penisnya.

Hhmmm...nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang berlumuran cairan kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku ke seluruh permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut daerah helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke atas melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelikitik lubang kencingnya dengan lidahku.

"Hei, sudah dong saya juga mau disepongin sama si non ini" potong Pak Egy ketika aku masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli.

Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali ke mulutku. Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya lebih berurat dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut karena cukup panjang. Aku mengeluarkan segala teknik menyepongku mulai dari mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar hebat dan menekan kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak menyepong, tiba- tiba Dimas mengerang, memancingku menggerakkan mata padanya yang sedang orgasme swalayan, spermanya muncrat berceceran di lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat adegan-adegan panasku.

Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri, lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan penisnya melesak ke dalamku, maka mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda itu keluar-masuk pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika hentakan tubuh kami berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh... seperti terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa mengekspresikannya dengan menjerit sejadi-jadinya dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong, kalau tidak bisa berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat leher, mulut, dan telingaku, tanganya juga menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang orgasme kini mulai melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan- erangan tertahan, air ludah belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang beristirahat sambil merokok dan mengobrol dengan Dimas.

Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun dia bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah makin kencang. Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagi berpijak di tanah disangga kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam saja membuat tubuhku makin tertekan ke tembok. Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih mampu menggenjotku selama hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan yang stabil dan belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat kemudian dia menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia bawa tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku, lalu dia sendiri duduk di atas tutup kloset.

"Huh...capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong" perintahnya

Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya, aku terlebih dahulu melepaskan baju dan bra-ku yang masih menggantung supaya lebih lega, soalnya badanku sudah panas dan bemandikan keringat, yang masih tersisa di tubuhku hanya rokku yang sudah tersingkap hingga pinggang dan sepasang sepatu hak di kakiku. Aku menggoyangkan tubuhku dengan gencar dengan gerakan naik- turun, sesekali aku melakukan gerakan meliuk sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa diplintir. Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya juga aktif mencupangi pundak dan leherku.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak rambutku dan mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung melumat bibirku. Dimas yang sudah tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya dia sudah mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan menggenggamkannya pada batang penisnya.

"Mmpphh... mmmhh !" desahku ditengah keroyokan ketiga orang itu. Toilet yang sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap.

"Ayo dong Citra... emut, sepongan kamu kan mantep banget"

Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dan jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah ke kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidah untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini tentu saja membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas rambutku. Aku melakukannya sambil terus bergoyang di pangkuan Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk sekali aku dibuatnya.

Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut aku memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan menggumam tak jelas. Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidak bisa menengok belakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangnya perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini ukurannya pas dan tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai bergetar

"Aahhkk... saya mau keluar... non"

Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan creett...creett, beberapa kali semprotan menerpa menerpa langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan, sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak sanggup menampungnya lagi.

Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan mendesah tak karuan, sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan menjilati cairan yang masih tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi pada serangan Dimas yang semakin mengganas. Tangannya merayap ke bawah menggerayangi payudaraku. Dimas sangat pandai mengkombinasikan serangan halus dan keras, sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme sudah diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di dalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental itu, sperma yang tidak tertampung meleleh keluar di daerah selangakanganku.

Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimbah peluh, untung lantainya kering sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi. Lututku juga terasa pegal karena dari tadi bertumpu di lantai. Setelah merasa cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas. Dengan langkah gontai aku menuju wastafel untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang berserakan dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat itu.

"Lain kali kalau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau ketangkap kan harus bagi-bagi" begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan disertai tepukan pada pantatku.

"Citra... Citra... sori dong, kamu marah ya !" kata Dimas yang mengikutiku dari belakang dalam perjalananku menuju tempat parkir.

Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika menangkap lenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil barulah aku membalikkan badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya berkata

"Saya nggak marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba yang lebih gila yah, see you, good night"

Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan parkir itu menyaksikan mobilku yang makin menjauh darinya.

TAMAT